Diary #Life

diary-copy

Title : Diary #life

Author : Oh Honey

Genre : sad

Author’s Note : ff ini murni dari pemikiran author sendiri, kalau minat silakan baca kalau gak tertarik yaudah tinggalin aja.

Kalau udah baca jangan lupa comment. Comment kalian sangat author butuhkan.

Sorry for typo

HAPPY READING 🙂

 

Kelas ini begitu berisik membuatku tidak bisa hanya sekedar menghapal satu baris rumus sekalipun, aku memang bukan tipe orang yang bisa belajar dimana saja dan kapan saja. aku butuh mood dan kesunyian, tidak seperti sekarang dimana semua menghabiskan waktu dengan teman-teman dekat mereka. Saling bertukan cerita, belajar bersama atau sekedar bermain. Lalu bagaimana denganku? Satu hal yang aku tahu aku tidak lagi punya teman untuk bisa duduk disebelahku dan bercerita bersama. Kasihan. aku benci kata itu. Aku tidak ingin mengasihani diriku sendiri, aku sudah bahagia sekarang dan akan selamanya bahagia.

Buku dengan sampul biru yang beberapa bulan ini menjadi favoritku sekaligus teman saat tidak ada lagi teman untuk ku ajak bicara, saat aku duduk sendiri di jam – jam kosong atau jam istirahat dan disaat aku lebih focus mengatur hidupku kembali. Betapa berat semua cobaan yang telah aku lalui, dan betapa jauh lebih indah hari demi hari yang aku lalui. Semuanya ada dalam buku ini. jika kalian bertanya bagaimana kehidupanku selama beberapa bulan ini, maka kalian bisa melihatnya pada buku dairy sederhana yang aku beli dipasar. Bukan buku dengan sampul yang elegan tapi hanya sampul buku yang terlihat sangat sederhana.

***

Aku hwang eunbi seorang gadis yang tengah duduk dibangku kelas 3 SMA. Aku menulis ini di buku dairyku, buku diary pertamaku. Sebelumnya aku tidak pernah tertarik untuk menulis hal hal semacam ini, tapi saat ini aku sangat tertarik dengan ini.

 

Aku telah melalui banyak hal setahun terakhir ini, perjalanan hidupku seolah jauh lebih bergelombang dari tahun tahun sebelumnya. Ada begitu banyak hal yang bisa aku ceritakan, tapi aku tidak yakin bisa menuliskan semuanya dibuku ini. sangat sedih saat aku harus mengingat kembali saat saat itu. Saat saat terpurukku.

Saat itu musim gugur dibulan september, aku tidak ingat tanggalnya yang dapat aku ingat hanya bagaimana cerita ini berawal, cerita yang membuat hidupku berputar 360 derajat.

 

Sore itu aku pulang kerumah dengan membawa banyak kantong belanjaan, ya hobiku adalah shopping. Menghabiskan uang orang tuaku. tapi aku bukan anak yang nakal hanya saja kebiasaan shoppingku seolah bagai candu bagiku.

tidak ada yang aneh saat aku memasuki rumah sampai aku melihat appa berada di ruang keluarga dan menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku jelaskan, aku berjalan kearahnya dengan senyuman.

“appa”

“eunbi ah, berhentilah belanja sesuatu yang tidak penting.”

“aku hanya membeli beberapa pakaian dan 2 sepatu” kataku dengan memperlihatkan katong belanjaanku pada appa

“hentikanlah kebiasaan burukmu itu, appa sudah tidak punya uang lagi” ada nada marah, kesal dan sedih dari nada bicara appa saat itu.

“apa maksud appa dengan tidak memiliki uang?”

“kita sudah bangkrut eunbi ah” suara appa sedikit melemah diakhir.

Katong belanjaan yang sejak tadi berada dalam genggamanku jatuh mengenai lantai marmer yang ada dibawah kakiku, menimbulkan suara yang tidak terlalu keras. Aku menatap wajah appa dalam dalam, menelisik setiap detail wajah itu berusaha menemukan kebohongan. Tapi aku tidak menemukannya.

Sore hari itu terasa begitu memilukan bagiku. Appa menceritakan semuanya, mulai dari kenapa perusahaan mengalami kebangkrutan dan bagaimana aku dan appa harus hidup setelah ini.

Semalaman aku mengunci diriku didalam kamar meluapkan semua  rasa sedihku pada tumpukan bantal, aku manangis sejadi jadi, tidak peduli jika besok mataku akan bengkak atau air mataku akan habis. Aku hanya ingin meluapkan semua perasaanku.

Satu kenyataan yang membuat hariku semakin kelabu saat itu adalah kenyataan kalau aku harus meninggalkan rumah tepatku dibesarkan. Yang aku cemaskan bukan karena aku harus tinggal dirumah yang mungkin jauh lebih kecil dari ini tapi yang aku cemaskan adalah aku harus meninggalkan semua kenangan yang ada dirumah ini, kenangan bersama oemma. Karena hanya sudut sudut rumah inilah yang mampu mengingatkanku pada sosok oemma. Yah, perempuan hebat yang telah melahirkanku itu telah pergi kesurga terlebih dulu saat  usiaku masih sangat kecil, bahkan aku tidak hapal betul bagaimana detail wajahnya. Apakah wajahnya memilki tahi lalat atau ada bintik hitam? Aku tidak tahu. Yang aku tahu dia memiliki mata yang sama sepertiku, coklat dan sedikit lebar.

Malam itu perasaanku benar benar tak karuan, aku tak tahu harus berbuat apa selain menangis. Aku ingin marah tapi aku tidak tahu harus meluapkan amarahku pada siapa, Tuhan? Apakah pantas aku marah kepada Tuhan, Appa? Aku juga tidak pantas marah kepadanya aku justru merasa sangat bersalah padanya. Selama ini aku tidak tahu kesulitan apa saja yang ia hadapi, aku tidak tahu bagaimana susahnya ia mencari satu sen uang untukku , aku tidak tahu kesedihan apa saja yang telah ia lalui untukku, aku tidak tahu bagaimana berat hidupnya tanpa oemma dan hanya hidup bersamaku. Aku tidak tahu semua itu, selama ini aku hanya sibuk dengan urusanku sendiri, menghabiskan uang appa, pergi kesana kemari, tanpa memikirkan appa. Aku benar benar merasa menjadi anak yang tidak berguna.

**

 

Dihari berikutnya aku dan appa pindah kerumah yang jauh lebih kecil dari rumah kita. Aku mengemasi setiap barang barangku sambil menangis. Sangat berat rasanya saat aku harus memasukkan barang barangku dan semua kenangan didalamnya kedalam box.

Appa menatapku dengan tatapan sedih, aku tahu dia sangat menyesali keadaan ini, menyesal karena membuat aku harus melewati hal seberat ini diusiaku yang masih 17 tahun.

Appa mendekatiku dan memelukku, aku tidak dapat lagi menahan isakanku saat tangan tangan kekar itu merengkuh tubuhku. Aku menangis dalam pelukan appa.

“appa, aku tidak bersedih jika aku harus pindah kerumah yang jauh lebih kecil dari rumah kita, tapi aku bersedih ketika aku harus meninggalkan semua kenangan yang ada dirumah ini.” aduku pada appa.

“kenangan itu ada disini” appa meenyentuh dadanya sambil menatapku.

“bukan dirumah ini, rumah ini hanya sebagai fasilitas untuk kita mengingat kenangan itu.”

“kalau fasilitas itu harus hilang, bagaimana kita mengingat kenangan itu?.”

Appa tersenyum kepadaku.

“kenangan itu tertanam jauh didalam hati, jadi bagaimana kalau fasilitas itu hilang? Kau cukup mencarinya jauh kedalam hatimu. Kenangan tidak akan pernah hilang dari dalam hati.”

Aku merenungi setiap perkataan appa, memasukkannya kedalam hati. Kata kata itu membuatku sadar kalau tidak masalah jika aku harus meninggalkan rumah ini, rumah yang penuh kenangan. Karena setiap kenangan itu ada didalam hatiku. Yang jadi masalah adalah saat aku harus tidak lagi bersama appa, sosok laki laki tegar yang mampu menguatkan aku, laki laki yang seolah bagai perisai untukku.

**

 

Kesan pertama yang aku tangkap saat melihat rumah baruku bersama appa adalah sempit dan pengap. Rumah itu hanya sebesar ukuran ruang tamu rumah kami yang dulu, memiliki jendela kecil disetiap ruangannya, tidak ada AC, tidak ada penghangat ruangan bahkan tidak ada tempat perapian. Sebuah rumah yang sangat sederhana.

Dalam hati aku berkata ‘aku tidak yakin bisa tinggal disini, bahkan aku tidak yakin bisa melewatkan satu malam disini’

Appa melihat keraguan dalam diriku, kemudian ia menepuk punggungku pelan dan masuk lebih jauh kedalam rumah baru kami.

Lagi lagi appa berhasil menguatkan aku, tepukan ringan yang ia berikan padaku seolah bagai cambuk bagi diriku. Ku langkahkan kaki menyusul appa, menelisik setiap detail rumah, mencari sesuatu yang istimewa dari rumah ini.

 

Hari hari berikutnya terasa semakin berat, setiap hari aku harus berjalan kesekolah, aku harus membiayai diriku sendiri dengan bekerja, sesuatu yang tak pernah aku bayangkan bahkan memimpikannya saja aku tidak pernah. Kehidupanku benar benar telah berubah 180 derajat.  jika saja aku punya pilihan lain untuk kembali ke masa lalu aku akan memilih pilahan itu. Tapi sayangnya aku tidak memiliki pilihan itu. Aku merasa benar benar tidak sanggup melalui semua ujian hidup ini. aku ingin lari dari kenyataan ini. aku ingin semuanya cepat berlalu. Aku ingin kehidupanku yang dulu. Aku ingin hidup seperti dulu, memiliki segalanya tanpa perlu berkerja keras seperti sekarang. Aku ingin semuanya kembali seperti dulu.

**

Saat musim dingin tahun lalu aku menyadari satu hal, sesuatu yang aku cari. Keistemewaan yang dimiliki rumah kecilku dan appa.

Saat itu aku pulang sedikit larut, pekerjaan part time membuatku harus pulang lebih malam dari biasanya. Aku melihat appa sedang duduk didepan jendela memperhatikan sesuatu diluar. Aku penasaran dengan apa yang sedang appa lihat. Kulangkahkan kakiku mendekat kearahnya.

“appa.”

Appa menoleh kearahku.

“kau baru pulang?”

Aku mengangguk mengiyakan pertanyaan appa.

“apa yang sejak tadi appa perhatikan?”

“duduklah disini”

Appa mengeser duduknya dan aku duduk disamping appa.

“lihatlah itu, sangat cantikkan”

Sebuah pemandangan yang indah dapat aku lihat dari jendela kecil yang selama ini tidak pernah aku pandang istimewa. Pijaran pijaran lampu dari rumah rumah yang ada didaerah bawah rumah kami sangat luar biasanya indah. Bagai bintang bintang dimusin dingin. Aku heran kenapa aku baru menyadarinya sekarang, kenapa aku melewatkan hal seindah ini.

Malam itu aku belajar bahwa sesuatu yang kita pandang sangat kecil dan sama sekali tidak istimewa bisa menjadi sesuatu yang sangat besar dan sangat istemewa jika kita mau melihat lebih jauh.

Mulai saat itu jendela kecil itu menjadi tempat teristimewaku dirumah.

**

Hari hari selanjutnya terasa lebih ringan dari sebelumnya, aku sudah terbiasa dengan kehidupan serba sederhana yang aku jalani bersama appa. Aku tidak lagi mengeluh, aku tidak lagi merasa terbebani dengan segala berat hidup ini.

Langkahku bersama appa solah lebih ringan saat appa berhasil menemukan investor baru untuk perusahaan appa yang nasibnya sudah diujung tanduk. Saat itu aku dapat sedikit bernafas lega. Membuang semua keraguan yang ada pada diriku.

Dengan berpegang keyakinan yang kuat kalau semua penderitaan ini akan berakhir aku menjalani hariku dengan lebih bersyukur, bersyukur karena Tuhan masih mengasihani aku, bersyukur karena segala ketakutan yang aku hadapi akan pergi, dan bersyukur karena sejauh ini aku bisa melewati penderitaan ini.

**

Masa terpurukku bukan hanya tentang penderitaan yang aku lalui bersama appa tapi juga tentang teman temanku. Dua wanita yang saat ini sedang duduk di dua bangku didepanku, jung hyesun dan cho heyna mereka adalah temanku. Teman? Aku tidak yakin bisa menyebut mereka teman setelah apa yang mereka lakukan padaku. Mereka meninggalkan aku saat mereka tahu kalau appa bangkrut dan aku harus meninggalkan rumah. Entah apa yang ada dipikiran mereka sampai pergi meninggalkan aku, apa mereka malu berteman denganku karena aku tidak lagi tinggal dirumah yang besar? Entahlah,aku tidak ingin memikirkannya lagi. Bagiku sekarang mereka bukan temanku lagi. Aku tidak membenci mereka tapi aku sangat kecewa dengan sikap mereka terhadapku. Disaat aku sangat membutuhkan dukungan dari mereka , mereka justru berpaling dariku. Kenyataan itu benar benar tidak bisa aku lupakan. Aku sedih waktu itu bahkan sangat sedih karena harus kehilangan teman yang aku miliki, tapi kesedihan itu sekarang seolah menjadi rasa syukur. Aku bersyukur karena Tuhan memperlihatkan bagaimana sifat asli mereka. Kalau saja waktu itu mereka tidak berpaling dariku sudah dipastikan kalau aku akan hidup dalam bayang bayang kepura puraan mereka. Dan akan jauh lebih menyakitkan jika aku terlambat mengetahuinya.

 

 

Dan laki laki yang duduk tidak jauh dari tempatku, laki laki yang aku anggap istemewa, dia juga temanku. Aku juga tidak yakin dengan menyebut dia teman karena pada kenyataannya aku ingin dia lebih dari sekedar teman, aku memiliki perasaan khusus untuknya. Cinta. Laki laki bernama cho kyuhyun. Aku sudah mengenalnya saat aku di junior high school dia teman yang sangat baik, pintar berolah raga, dan juga tampan. Semua yang ada pada dirinya terlihat sangat sempurna dimataku.

Malam itu saat aku terpuruk dan mengangis dikamarku, aku meneleponnya, ingin bercerita tentang apa yang aku alami hari ini. tapi apa yang aku dapat, sebuah kenyataan pahit yang tidak lebih buruk dari kenyataan kalau appa telah bangkrut.

“yoboseyo” sahut kyuhyun dari ujung telepon.

“kyuhyun ah” kataku dengan tangis yang berusaha aku tahan.

“eunbi ah, apa kau tahu kalau muali hari ini aku berkencan dengan park nana?” suara bahagia kyuhyun seolah menjadi pisau yang mengoyak ngoyak hatiku, menghancurkannya sampai tak tersisa.

Tak ada ucapan selamat yang aku ucapan untuknya karena detik berikutnya aku sudah mematikan sambungan telepon. Aku mengangis tak karuan, aku sudah tidak bisa lagi menahan desakan air mataku. Aku tidak habis pikir dengan apa yang dia katakan. Mengetahui kalau kyuhyun menjalin hubungan dengan wanita lain membuat aku semakin kalut. Aku memang sudah tahu kalau kyuhyun menyukai gadis bernama park nana itu walaupun tidak dari mulut kyuhyun sendiri, tapi aku tidak tahu kalau sebegini sakitnya saat aku harus mendengarnya langsung dari kyuhyun. Malam itu seolah menjadi malam tergelap dalam hidupku.

Sejak saat itu aku menghindari bertemu kyuhyun, aku tidak lagi berbicara dengan kyuhyun. Dan dia juga baik baik saja dengan hal itu, bahkan dia terlihat bahagia bersama kekasihnya. Dan tentu saja itu membuat aku sedih dan benci melihatnya, melihat kyuhyun bahagia bersama wanita lain. sangat menyakitkan memang melihat kyuhyun bahagia bersama wanita lain tapi ternyata merindukannya jauh lebih menyakitkan. Memendam rasa rindu itu seolah memendam ratusan bom yang siap meledak, tidak akan lega sampai bom itu meledak begitu pun rindu tidak akan lega sampai kita menyampaikan rindu itu. Tapi apa yang bisa aku lakukan, kyuhyun telah bersama orang lain.

Sering aku berandai andai, andai aku tidak pernah mengenal kyuhyun mungkin aku tidak akan pernah mencintainya, andai aku tidak pernah mencintainya mungkin aku tidak pernah merindukannya, andai aku punya keberaniaan sedikit saja saat itu untuk mengatakan perasaanku padanya mungkin aku tidak akan memendam perasaan ini sendiri. Tapi apa yang bisa aku lakukan dengan kata andai itu, semuanya telah terjadi kyuhyun telah bahagia bersama orang lain dan aku harus menerima kenyataan itu suka atau tidak suka.

**

Saat ini, perusahaan appa sudah mulai bangkit lagi,Hutang hutang yang menumpuk di bank sudah terlunasi. Dan itu berarti masa terpurukku sudah usai aku telah melewati semua itu bersama appa hanya bersama appa, tidak ada teman, tidak ada keluarga apalagi orang lain. Hanya bersama appa.

Banyak hal yang aku pelajari dari perjalanan hidup yang baru saja aku lewati ini, kesetiaan, cinta, kasih semuanya diuji dalam ujian hidup itu. Melalui semua itu aku tahu siapa yang tulus menyanyangiku dan siapa yang hanya berpura pura. Membuatku memandang hidup jauh kedepan.

Dan satu pelajaran berharga yang aku dapat hidup itu nagai roda yang terus berputar, kita tidak bisa selalu berada diatas adakalanya kita berada dibawah. Bagaimana roda itu berputar? Aku sudah merasakannya. Dan saat ini aku berharap ada roda lain dalam hidupku yang berputar. Kyuhyun. Aku berharap suatu saat laki laki itu dapat mengerti perasaanku dan menatapku. Tidak masalah jika nanti dia tidak menjadi milikku aku hanya ingin dia tahu perasaanku yang sebenarnya. Tidak masalah jika dia hanya menantapku sebentar kemudian berpaling karena aku hanya ingin dia pernah menatapku.

—-THE END—

 

 

8 thoughts on “Diary #Life

  1. eunbi_ah…kau wanita yang kuat..disaat semua cobaan melanda kau ttp berdiri.dengan kokoh….sedih emang kalo perasaan qt g tetsampaikan…

    Like

Leave a comment